Selasa, 14 Februari 2012

Ayah & Anak




Pada suatu sore seorang ayah bersama anaknya yang baru saja menamatkan pendidikan tinggi duduk berbincang-bincang di halaman sambil memperhatikan suasana di sekitar mereka. Tiba-tiba seekor burung glatik hinggap di ranting pohon. Si ayah lalu menunjuk ke arah glatikk sambil bertanya, "Nak, apakah benda tersebut?" "Burung glatik", jawab si anak.

Si ayah mengangguk-angguk, namun beberapa saat kemudian mengulangi lagi pertanyaan yang sama. Si anak menyangka ayahnya kurang mendengar jawabannya tadi lalu menjawab dengan sedikit keras, "Itu burung glatik ayah!"

Tetapi sejenak kemudian si ayah bertanya lagi pertanyaan yang sama. Si anak merasa agak marah dengan pertanyaan yang sama dan diulang-ulang, lalu menjawab dengan lebih keras, "BURUNG GELATIK!!"

Si ayah terdiam seketika. Namun tidak lama kemudian sekali lagi mengajukan pertanyaan yang sama sehingga membuatkan si anak kehilangan kesabaran dan menjawab dengan nada yang ogah-ogahan menjawab pertanyaan si ayah, "Gelatik ayah…….".

Tetapi kembali mengejutkan si anak, beberapa saat kemudian si ayah sekali lagi membuka mulut hanya untuk bertanyakan pertanyaan yang sama. Dan kali ini si anak benar-benar kehilangan kesabaran dan menjadi marah.

"Ayah!!! saya tidak mengerti ayah mengerti atau tidak. Tapi sudah lima kali ayah menanyakan pertanyaan tersebut dan sayapun sudah memberikan jawabannya. Apakah yang ayah ingin saya katakan???? Itu burung glatik, burung glatik ayah…..", kata si anak dengan nada yang begitu marah.

Si ayah kemudian bangkit menuju ke dalam rumah meninggalkan si anak "kemana ayah?". Sebentar kemudian si ayah keluar lagi dengan membawa sesuatu di tangannya. Dia mengulurkan benda itu kepada anaknya yang masih marah dan bertanya-tanya. Ternyata benda tersebut sebuah diari lama.

"Coba kau baca apa yang pernah ayah tulis di dalam diari itu", pinta si ayah. Si anak taat dan membaca bagian yang berikut……….

"Hari ini aku di halaman bersama anakku yang genap berumur lima tahun. Tiba-tiba seekor glatik hinggap di pohon. Anakku terus menunjuk ke arah glatik dan bertanya, "Ayah, apakah itu?". Dan aku menjawab, "Burung glatik". Walau bagaimanapun, anakku terus bertanya pertanyaan yang sama dan setiap kali aku menjawab dengan jawaban yang sama. 

Sampai 21 kali anakku bertanya demikian, dan demi rasa cinta dan sayang aku terus menjawab untuk memenuhi perasaan ingin tahunya. Aku berharap bahwa hal tersebut menjadi suatu pendidikan yang berharga. Aku senang dia bertanya, setiap kali dia bertanya semakin besar rasa sayangku padanya, sehingga selesai menjawab aku selalu memeluknya dengan kasih"

Setelah selesai membaca bagian tersebut si anak mengangkat muka memandang wajah si ayah yang kelihatan sayu. Si ayah dengan perlahan bersuara, " Hari ini ayah baru menanyakan kepadamu pertanyaan yang sama sebanyak lima kali, dan kau telah kehilangan kesabaran dan marah."

Kemudian si anak dengan menyesal dan penuh kasih memeluk ayahnya.

Bukankah kita juga sering melakukan hal yang sama? Berikan kasih, berikan sayang, jikalau kita lupa bahwa apa yang telah mereka lakukan selam kita masih kanak-kanak jauh melebihi kekesalan kita ketika mereka sudah lanjut usia.

Pada suatu sore seorang ayah bersama anaknya yang baru saja menamatkan pendidikan tinggi duduk berbincang-bincang di halaman sambil memperhatikan suasana di sekitar mereka. Tiba-tiba seekor burung glatik hinggap di ranting pohon. Si ayah lalu menunjuk ke arah glatikk sambil bertanya, "Nak, apakah benda tersebut?" "Burung glatik", jawab si anak.

Si ayah mengangguk-angguk, namun beberapa saat kemudian mengulangi lagi pertanyaan yang sama. Si anak menyangka ayahnya kurang mendengar jawabannya tadi lalu menjawab dengan sedikit keras, "Itu burung glatik ayah!"

Tetapi sejenak kemudian si ayah bertanya lagi pertanyaan yang sama. Si anak merasa agak marah dengan pertanyaan yang sama dan diulang-ulang, lalu menjawab dengan lebih keras, "BURUNG GELATIK!!"

Si ayah terdiam seketika. Namun tidak lama kemudian sekali lagi mengajukan pertanyaan yang sama sehingga membuatkan si anak kehilangan kesabaran dan menjawab dengan nada yang ogah-ogahan menjawab pertanyaan si ayah, "Gelatik ayah…….".

Tetapi kembali mengejutkan si anak, beberapa saat kemudian si ayah sekali lagi membuka mulut hanya untuk bertanyakan pertanyaan yang sama. Dan kali ini si anak benar-benar kehilangan kesabaran dan menjadi marah.

"Ayah!!! saya tidak mengerti ayah mengerti atau tidak. Tapi sudah lima kali ayah menanyakan pertanyaan tersebut dan sayapun sudah memberikan jawabannya. Apakah yang ayah ingin saya katakan???? Itu burung glatik, burung glatik ayah…..", kata si anak dengan nada yang begitu marah.

Si ayah kemudian bangkit menuju ke dalam rumah meninggalkan si anak "kemana ayah?". Sebentar kemudian si ayah keluar lagi dengan membawa sesuatu di tangannya. Dia mengulurkan benda itu kepada anaknya yang masih marah dan bertanya-tanya. Ternyata benda tersebut sebuah diari lama.

"Coba kau baca apa yang pernah ayah tulis di dalam diari itu", pinta si ayah. Si anak taat dan membaca bagian yang berikut……….

"Hari ini aku di halaman bersama anakku yang genap berumur lima tahun. Tiba-tiba seekor glatik hinggap di pohon. Anakku terus menunjuk ke arah glatik dan bertanya, "Ayah, apakah itu?". Dan aku menjawab, "Burung glatik". Walau bagaimanapun, anakku terus bertanya pertanyaan yang sama dan setiap kali aku menjawab dengan jawaban yang sama.

Sampai 21 kali anakku bertanya demikian, dan demi rasa cinta dan sayang aku terus menjawab untuk memenuhi perasaan ingin tahunya. Aku berharap bahwa hal tersebut menjadi suatu pendidikan yang berharga. Aku senang dia bertanya, setiap kali dia bertanya semakin besar rasa sayangku padanya, sehingga selesai menjawab aku selalu memeluknya dengan kasih"

Setelah selesai membaca bagian tersebut si anak mengangkat muka memandang wajah si ayah yang kelihatan sayu. Si ayah dengan perlahan bersuara, " Hari ini ayah baru menanyakan kepadamu pertanyaan yang sama sebanyak lima kali, dan kau telah kehilangan kesabaran dan marah."

Kemudian si anak dengan menyesal dan penuh kasih memeluk ayahnya.

Bukankah kita juga sering melakukan hal yang sama? Berikan kasih, berikan sayang, jikalau kita lupa bahwa apa yang telah mereka lakukan selam kita masih kanak-kanak jauh melebihi kekesalan kita ketika mereka sudah lanjut usia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar